Tuesday 10 February 2015

10 Kebaikan IBU yang tidak boleh kita lupakan

Teman-teman berikut 10 kebaikan MAMA kita yang tidak boleh kita lupakan.. semoga dapat bermanfaat bagi teman-teman yang membacanya..

- Kebaikan MAMA yang pertama
Kebaikan di dalam memberikan perlindungan dan penjagaan selama anak dalam kandungan.

Sungguh sulit terlahir sebagai Manusia
bagi kelahiran-kelahiran Kita yang tak terhitung jumlah-nya."

"Tidak mudah bisa berada di dalam kandungan Mama kita,
dibutuhkan hubungan karma dengan Orangtua."

"Dengan berlalu-nya bulan, ke-lima orang penting berkembang.
Dalam waktu tujuh minggu, ke-enam alat indera mulai tumbuh, dan terbentuk."

"Saat Janin mulai tumbuh,
beban Mama kita semakin berat dan badan-nya pun menjadi seberat gunung."

Diam atau gerakan-gerakan Janin adalah laksana gempa bumi dan bencana angin ribut,
baju-baju Mama kita yang cantik tidak dapat dipakai dengan baik lagi,
dan begitu juga cermin-nya pun berdebu karena hanya memikirkan Bayi-nya,
Mama kita tidak sempat dan terlalu letih untuk berdandan.


- Kebaikan MAMA yang kedua
Kebaikan dalam menanggung penderitaan selama kelahiran.
Kehamilan berlangsung selama sepuluh bulan.
Masa kehamilan semakin lama semakin tidak menyenangkan."

"Saat kelahiran semakin dekat, kesusahan dan kesulitan Mama kita semakin berat."

Setiap pagi Mama kita merasa sangat sakit, sepanjang hari terasa mengantuk dan lamban.
Ketakutan-nya dan kegelisahan-nya sukar dilukiskan.
Dengan khawatir Mama kita memberitahu Keluarga-nya,
bahwa dia hanya takut maut akan menimpa Bayi atau diri-nya.


- Kebaikan MAMA yang ketiga
Kebaikan untuk melupakan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan.
Saat bersalin, ke-lima organ semua terbuka lebar.
Membuat tubuh dan pikiran Mama kita sangat letih.
Darah mengalir laksana seekor domba yang disembelih, hingga Mama kita pingsan beberapa kali.

Tetapi ketika mendengar bahwa Anak-nya terlahir sehat,
dia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah,
tetapi sesudah kegembiraan, rasa sakit kembali mengaduk-ngaduk bagian dalam tubuh-nya.
 

- Kebaikan MAMA yang keempat
Kebaikan dari memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan bagian yang manis bagi anak.
Kebaikan ke-dua Orangtua sangat besar dan dalam, penjagaan dan pengabdian-nya tidak pernah berhenti, tidak pernah ber-istirahat, 
Mama kita senantiasa menyimpan yang manis untuk Anak, dan tanpa mengeluh menelan yang pahit bagi diri-nya. 
Cinta-nya amat besar dan emosi-nya sukar tertahankan, 
Kebaikan-nya adalah mendalam dan begitu juga Kasih-nya hanya menginginkan Anak mendapat cukup makanan, Mama kita yang Kasih tidak membicarakan kelaparan-nya sendiri. Asal Anak-nya bahagia, Orangtua rela kedinginan dan menahan lapar. 
Cinta Kasih dan Kasih Sayang mereka tidak terlukiskan.


- Kebaikan MAMA yang kelima
Kebaikan untuk memindahkan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri berbaring di tempat yang basah.
Mama kita rela basah agar Anak-nya dapat berada di tempat yang kering. Mama kita senantiasa melindungi Anak dengan lengan-nya dari angin dan dingin.
Dalam Kebaikan-nya, kepala Mama kita jarang lega di atas bantal, dan bahkan dia melakukan-nya dengan gembira selama Anak dapat merasa senang, Mama yang Baik tidak mencari penghiburan bagi diri-nya sendiri.


- Kebaikan MAMA yang keenam
Kebaikan menyusukan anak pada payudaranya dan memberi makan serta membesarkan anak.
Menyusui Anak-nya pada payudara-nya dan memberi-nya makan, memelihara serta membesarkan Anak. Dengan ke-dua payudara-nya dia memuaskan rasa lapar dan haus Sang Anak, selama 3 tahun Mama kita menghidupi Anak-nya dengan air susu, yang sebenarnya adalah darah-nya sendiri. 
Mama kita yang Baik adalah bagaikan Bumi yang besar, Ayah yang tegar laksana Langit yang mengasihi, yang satu melindungi dari atas, yang lain-nya menunjang dari bawah, 
Kebajikan semua Orangtua adalah sedemikian rupa sehingga mereka tidak membenci atau marah terhadap Anak-nya meskipun mereka terlahir jelek. Mereka juga tidak kecewa dan tetap menyukai-nya, sekali pun Anak terlahir cacat. 
Setelah Mama kita mengandung dan melahirkan Anak-nya, orang tua kita bersama-sama merawat, membesarkan dan melindungi Anak-nya sampai akhir hayat-nya. Sungguh luar biasa Cinta Kasih Orangtua terhadap Anak-nya. 


- Kebaikan MAMA yang ketujuh
Kebaikan dalam membersihkan yang kotor.
Pada mula-nya Mama kita cantik dan memiliki tubuh yang indah, semangat-nya kuat dan bergelora, alis mata-nya seperti daun willow yang segar, dan kulit-nya bersinar.

Tetapi karena Kebaikan Mama kita yang begitu mendalam sehingga ia melupakan dan melepaskan kecantikan-nya. Sekali pun merawat dan mencuci Anak-nya, yang dapat membuat diri-nya kotor dan merusak badan-nya.

Mama kita yang Baik bertindak hanya demi untuk kepentingan Putra-Putri-nya. Dan dengan rela menerima kecantikan-nya yang memudar.


- Kebaikan MAMA yang kedelapan
Kebaikan dari selalu memikirkan anak bila dia berjalan jauh.
Kematian dari Orang yang dicintai sukar terlukiskan penderitaan-nya. Tetapi berpisah dari yang dikasihi juga sangat menyakitkan.

Bila Anak berjalan jauh, Mama kita merasa khawatir di kampung-nya, dari pagi hingga malam, Hati-nya selalu bersama Anak-nya, senantiasa ber-Sembahyang berharap Anak-nya Selamat dan Sukses agar dapat cepat pulang dan berkumpul kembali.

Orangtua menunggu berita siang dan malam. Dan air mata jatuh berderai dari mata-nya, seperti monyet yang menangis diam-diam, sedikit demi sedikit Hati-nya hancur. Ketika tiada berita kunjung tiba. Demikian dalam-nya cinta seorang Mama kita kepada Anak-nya.


- Kebaikan MAMA yang kesembilan
Kebaikan karena kasih sayang yang dalam dalam pengabdian.
Sungguh sulit untuk dibalas. Mereka rela menderita demi kepentingan Anak-nya. Alangkah besar-nya Kebaikan Orangtua dan gejolak emosi-nya !

Ketika tahu atau mendengar Anak-nya susah, Orangtua akan ikut ber-susah hati. Bila Anak-nya bekerja berat, Orangtua pun merasa tidak tenang.

Bila mendengar bahwa Anak berjalan jauh, mereka khawatir bahwa pada waktu malam Sang Anak berbaring kedinginan.

Bahkan sakit sebentar yang diderita Putra atau Putri-nya, akan menyebabkan Orangtua lama ber-susah hati.


- Kebaikan MAMA yang kesepuluh
Kebaikan karena rasa welas asih yang dalam dan simpati.
Cinta Kasih dan Kasih Sayang Orangtua adalah besar dan penting. Perhatian-nya yang lemah lembut tidak pernah berhenti, seperti cahaya abadi dari Bulan dan Matahari yang menyinari seluruh Dunia, tidak pernah akan sirna.

Sejak bangun pagi, yang dipikirkan mereka adalah Anak-nya. Apakah Anak-anak dekat atau jauh, Orangtua selalu memikirkan mereka. Sekali pun seorang Ibu hidup untuk seratus tahun, dia akan selalu mengkhawatirkan Anak-nya yang berumur delapan puluh tahun.
 

Untuk membalas itu semua pasti tentunya sangat sulit karena budi kedua orang tua kita sangatlah besar...
berikut uraian cara membalas budi orang tua

- "Bila seseorang memikul ayahnya dengan bahu kirinya dan ibunya dengan bahu kanannya dan oleh karena beratnya menembus tulang sumsumnya sehingga tulang-tulangnya hancur menjadi debu karena beban berat mereka, dan anak tersebut mengelilingi Puncak Sumeru selama seratus ribu kalpa lamanya, sehingga darah yang mengucur membasahi pergelangan kakinya, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya

- Bila seorang anak selama waktu satu  kalpa yang penuh dengan kesukaran dan kelaparan, memotong sebagian dari daging badannya demi memberi makan kedua  orang tuanya dan ini diperbuatnya sebanyak debu yang dilalui dalam per-jalanan ratusan ribu kalpa, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tuanya."

- "Bila ada seorang anak yang demi orang tuanya, mengambil sebuah pisau yang tajam dan mencungkil kedua belah matanya dan mempersembahkannya kepada Tathagata, dan terus dilakukannya hingga beratus-ratus ribu kalpa, anak tersebut masih tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya".

- "Bila seorang anak demi ayah dan ibunya mengambil sebuah pisau tajam dan mengeluarkan jantung dan hatinya sehingga darah mengucur dan menutupi tanah dan ini ia lakukan dalam beratus ribu kalpa, tiada sekalipun mengeluh tentang kesakitannya, anak tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya".

- "Bila seorang anak yang demi orang tua-nya menelan butiran-butiran besi yang mencair dan berbuat demikian hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya".

- "Bila seorang anak demi orangtuanya, menghancur kan tulang-tulangnya sendiri sampai ke sumsum dan melakukannya hingga beratus ribu kalpa, anak tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya".

Budi besar orang tua kita sungguh amatlah besar dan dalam.. ^^ share jika bermanfaat ya, teman-teman...

Monday 9 February 2015

Sigalovada Sutta

Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Rajagaha, di Vihara Hutan Bambu, di Kandakavinapa (Tempat Pemeliharaan Tupai). Pada waktu itu, Sigala, putra kepala keluarga, bangun pagi-pagi sekali dan pergi meninggalkan Rajagaha, dengan rambut dan pakaian basah, sambil ber-anjali ia menyembah ke berbagai arah, yaitu arah Timur, Selatan, Barat, Utara, bawah dan atas. Dan Sang Bhagava pada pagi hari itu, setelah mengenakan jubah serta membawa mangkukNya, pergi ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan (pindapatta). Kemudian Sang Bhagava melihat Sigala, putera kepala keluarga itu menyembah ke berbagai arah dan bertanya :
“O Putera kepala keluarga, mengapa engkau bangun pagi-pagi sekali dan pergi meninggalkan Rajagaha, dengan rambut dan pakaian basah sambil ber-anjali, engkau menyembah ke berbagai arah, yaitu ke arah Timur, Selatan, Barat, Utara, bawah dan atas?”
“Yang Mulia, ketika ayahku menjelang wafat, beliau berkata kepadaku untuk menyembah ke enam arah. Demikianlah Yang Mulia, karena menghormati, mengindahkan, menjunjung dan menganggap suci kata-kata ayah itulah, maka saya bangun pagi-pagi sekali dan pergi meninggalkan Rajagaha. Dengan rambut dan pakaian basah, sambil ber-anjali, saya menyembah ke enam arah.”
Sang Buddha lalu berkata, “Tetapi anakKu, dalam agama seorang Ariya enam arah itu tidak seharusnya disembah dengan cara demikian.”
Sigala, putera kepala keluarga itu bertanya :
“Yang Mulia, bagaimanakah seharusnya seorang Ariya menyembah ke enam arah itu? Alangkah baiknya apabila Sang Bhagava berkenan mengajarkan kepada saya, ajaran yang menguraikan caranya menyembah ke enam arah itu sesuai dengan agama seorang Ariya.”
“O putera kepala keluarga, dengarkan dan perhatikan dengan baik kata-kataKu ini. Karena siswa Ariya telah menyingkirkan empat kekotoran tingkah laku (kammakilesa), karena ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat (papakamma) yang didasari oleh empat dorongan, karena ia tidak mengejar enam saluran yang memboroskan kekayaan, maka dengan menjauhi (nasevati) empat belas hal buruk ini, ia adalah seorang pengayom enam arah itu, seorang penakluk (vijaya), yaitu ia akan sejahtera dalam alam ini dan alam berikutnya. Pada saat penghancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga. Apakah empat kekotoran tingkah laku yang telah ia singkirkan itu? Yaitu membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, berzinah dan berbohong. Apakah empat dorongan yang mendasari perbuatan-perbuatan jahat yang tidak ia lakukan?
Perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan :
  • atas dorongan rasa senang sepihak (chanda gati),
  • atas dorongan kebencian (dosa gati),
  • atas dorongan ketidak-tahuan (moha gati), dan
  • atas dorongan rasa takut (bhaya gati).
Tetapi karena para siswa Ariya tidak terseret oleh keempat dorongan-dorongan tersebut, maka ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat.”
Kemudian Sang Buddha menerangkan lebih lanjut :
“Siapa pun yang karena rasa senang sepihak atau kebencian atau ketidak-tahuan atau ketakutan telah melanggar Dhamma, maka nama baik dan kemashyurannya akan menjadi pudar, bagaikan bulan yang susut pada masa bulan gelap.”
“Siapa pun yang karena rasa senang sepihak atau kebencian, atau ketidak-tahuan atau ketakutan tidak pernah melanggar Dhamma, maka nama baik dan kemashyurannya menjadi sempurna dan penuh, bagaikan bulan purnama pada masa bulan terang.”
“Dan apakah enam saluran yang memboroskan kekayaan itu?” Yaitu :
  1. Gemar minum minuman yang memabukkan,
  2. Berkeliaran di jalan pada saat yang tidak pantas,
  3. Mengejar tempat-tempat hiburan,
  4. Gemar berjudi,
  5. Bergaul dengan teman-teman jahat,
  6. Kebiasaan malas.
“O putera kepala keluarga, terdapat pula enam bahaya karena :
  1. Gemar minum minuman yang memabukkan, yaitu :
    • Kerugian harta secara nyata,
    • Bertambahnya pertengkaran,
    • Tubuh mudah terserang penyakit,
    • Kehilangan sifat yang baik,
    • Terlihat tidak sopan,
    • Kecerdasan menjadi lemah.
  2. Berkeliaran di jalan pada saat yang tidak pantas, terdapat enam bahayanya, yaitu:
    • Dirinya sendiri tidak terjaga dan tidak terlindung,
    • Anak isterinya tidak terjaga dan tidak terlindung,
    • Harta kekayaannya tidak terjaga dan tidak terlindung,
    • Ia dapat dituduh sebagai pelaku kejahatan-kejahatan yang belum terbukti,
    • Menjadi sasaran desas-desus palsu,
    • Ia akan menjumpai banyak kesulitan.
  3. Mengejar tempat-tempat hiburan, bahaya-bahayanya adalah ia akan selalu berpikir :
    • Dimanakah ada tari-tarian,
    • Dimanakah ada nyanyi-nyanyian,
    • Dimanakah ada pertunjukan musik,
    • Dimanakah ada pembacaan deklamasi,
    • Dimanakah ada permainan tambur,
    • Dimanakah ada permainan genderang.
  4. Gemar berjudi, bahaya-bahayanya adalah :
    • Bila menang, ia memperoleh kebencian,
    • Bila kalah, ia kehilangan harta kekayaannya,
    • Kerugian harta benda secara nyata,
    • Di pengadilan kata-katanya tidak berharga,
    • Ia dipandang rendah oleh sahabat-sahabat dan pejabat-pejabat pemerintah,
    • Ia tidak disukai oleh orang-orang yang akan mencari menantu, karena mereka akan berkata bahwa seorang penjudi tidak dapat memelihara seorang isteri.
  5. Bergaul dengan teman-teman jahat, bahaya-bahayanya adalah ia menjadi teman dan sahabat dari :
    • Setiap penjudi,
    • Setiap orang yang gemar berfoya-foya,
    • Setiap pemabuk,
    • Setiap penipu,
    • Setiap orang yang kejam.
  6. Kebiasaan menganggur (malas), bahaya-bahayanya adalah ia akan selalu berkata:
    • ‘Terlalu dingin’ dan ia tidak bekerja,
    • ‘Terlalu panas’ dan ia tidak bekerja,
    • ‘Terlalu pagi’ dan ia tidak bekerja,
    • ‘Terlalu siang’ dan ia tidak bekerja,
    • ‘Aku terlalu lapar’ dan ia tidak bekerja,
    • ‘Aku terlalu kenyang’ dan ia tidak bekerja.
Dengan demikian semua yang harus ia kerjakan tetap tidak dikerjakan, harta kekayaan baru tidak ia peroleh dan harta kekayaan yang sudah ia miliki menjadi habis.”
Sang Buddha kemudian menerangkan :
“O putera kepala keluarga, terdapat empat macam orang yang harus dianggap musuh yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu :
  1. Orang yang tamak,
  2. Orang yang banyak bicara tetapi tidak berbuat suatu apapun,
  3. Penjilat,
  4. Kawan pemboros.
Terdapat pula empat dasar yang menyebabkan orang yang seharusnya dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu :
  1. Orang yang tamak, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
    • Ia tamak,
    • Ia memberi sedikit dan meminta banyak,
    • Ia melakukan kewajibannya karena takut,
    • Ia hanya ingat akan kepentingannya sendiri.
  2. Orang yang banyak bicara, tetapi tidak berbuat sesuatu apapun, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
    • Ia menyatakan persahabatan berkenaan dengan hal-hal yang lampau,
    • Ia menyatakan persahabatan berkenaan dengan hal-hal yang mendatang,
    • Ia berusaha untuk mendapatkan simpati dengan kata-kata kosong,
    • Bila ada kesempatan untuk membantu ia mengatakan tidak sanggup.
  3. Penjilat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
    • Ia menyetujui hal-hal yang salah,
    • Ia tidak menganjurkan hal-hal yang benar,
    • Ia akan memuji dirimu dihadapanmu,
    • Ia berbicara jelek tentang dirimu dihadapan orang-orang lain.
  4. Kawan pemboros mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
    • Ia menjadi kawanmu apabila engkau gemar akan minum minuman keras,
    • Ia menjadi kawanmu apabila engkau sering berkeliaran di jalan pada waktu yang tidak pantas,
    • Ia menjadi kawanmu apabila engkau mengejar tempat-tempat hiburan dan pertunjukkan,
    • Ia menjadi kawanmu apabila engkau gemar berjudi.”
Sang Bhagava lalu mengucapkan syair berikut :
“Sahabat yang selalu mencari apa-apa untuk diambil, sahabat yang kata-katanya berlainan dengan perbuatannya, sahabat yang menjilat, lagi pula hanya berusaha membuat engkau senang, sahabat yang gembira dengan cara-cara jahat. Empat ini adalah musuh-musuh. Setelah menyadarinya demikian, biarlah orang bijaksana menghindari mereka dari jauh, seakan mereka jalan yang berbahaya dan menakutkan.”
“O putera kepala keluarga, terdapat empat macam sahabat yang harus dipandang berhati tulus (suhada), yaitu :
  1. Sahabat penolong,
  2. Sahabat pada waktu senang dan susah,
  3. Sahabat yang memberi nasehat yang baik,
  4. Sahabat yang bersimpati.
Atas empat dasar inilah sahabat penolong harus dipandang berhati tulus:
  1. Sahabat penolong berhati tulus karena :
    – Ia menjaga dirimu sewaktu engkau lengah,
    – Ia menjaga milikmu sewaktu engkau lengah,
    – Ia menjadi pelindung dirimu sewaktu engkau dalam ketakutan,
    – Ia memberikan bantuan dua kali daripada apa yang engkau perlukan.
  2. Sahabat pada waktu senang dan susah berhati tulus karena :
    – Ia menceritakan rahasia-rahasia dirinya kepadamu,
    – Ia menjaga rahasia dirimu,
    – Ia tidak akan meninggalkan dirimu sewaktu engkau berada dalam kesulitan
    – Ia bahkan bersedia mengorbankan hidupnya demi kepentinganmu.
  3. Sahabat yang memberi nasehat yang baik, berhati tulus karena :
    – Ia mencegah engkau berbuat jahat,
    – Ia menganjurkan engkau untuk berbuat yang benar,
    – Ia memberitahukan apa yang belum engkau pernah dengar,
    – Ia menunjukkan engkau jalan ke surga.
  4. Sahabat yang bersimpati, berhati tulus karena :
    – Ia tidak bergembira atas kesengsaraanmu,
    – Ia merasa senang atas kesejahteraanmu,
    – Ia mencegah orang lain berbicara jelek tentang dirimu,
    – Ia membenarkan orang lain yang memuji dirimu.
“O putera kepala keluarga, bagaimanakah caranya siswa Ariya melindungi enam arah itu?
Enam arah itu harus dipandang sebagai berikut :
  1. Ibu dan ayah seperti arah Timur,
  2. Para guru seperti arah Selatan,
  3. Isteri dan anak-anak seperti arah Barat,
  4. Sahabat-sahabat dan kawan-kawan seperti arah Utara,
  5. Pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan seperti arah bawah,
  6. Guru-guru agama dan brahmana-brahmana seperti arah atas,
“AnakKu, Sigala, putera kepala keluarga, dengarkanlah baik-baik keterangan ini :
  1. Ibu dan ayah seperti arah Timur.
    Ada lima cara seorang anak harus memperlakukan orang tuanya seperti arah
    Timur :
    – Aku harus merawat mereka,
    – Aku akan memikul beban kewajiban-kewajiban mereka,
    – Aku akan mempertahankan keturunan dan tradisi keluarga,
    – Aku akan menjadikan diriku pantas menerima warisan,
    – Aku akan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan upacara agama setelah mereka meninggal dunia Dalam lima cara inilah, orang tua yang diperlakukan demikian oleh seorang anak seperti arah Timur, menunjukkan kecintaan mereka kepadanya dengan:
    – Mencegah anaknya berbuat jahat,
    – Mendorong mereka berbuat baik,
    – Melatihnya dalam suatu profesi,
    – Mencarikan pasangan (suami/isteri) yang pantas,
    – Pada waktu yang tepat, mereka menyerahkan warisan kepada anaknya.
    O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang anak memperlakukan orang tuanya seperti arah Timur. Dalam lima cara inilah orang tua menunjukkan kecintaan mereka kepadanya. Demikianlah arah Timur ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.
  2. Para guru seperti arah Selatan.
    Ada lima cara siswa-siswa harus memperlakukan guru-guru mereka seperti arah Selatan :
    – Dengan bangkit (dari tempat duduk untuk memberi hormat),
    – Dengan melayani mereka,
    – Dengan bersemangat untuk belajar,
    – Dengan memberikan jasa-jasa kepada mereka,
    – Dengan memberikan perhatian sewaktu menerima ajaran dari mereka. Dalam lima cara inilah, guru-guru yang diperlakukan demikian oleh siswa-siswa mereka seperti arah Selatan, akan mencintai siswa-siswanya dengan:
    – Melatihnya sedemikian rupa sehingga ia selalu baik,
    – Membuatnya menguasai apa yang telah diajarkan,
    – Mengajarnya secara menyeluruh dalam berbagai ilmu dan seni,
    – Berbicara baik tentang dirinya di antara sahabat-sahabatnya dan kawan-kawannya,
    – Menjaga keselamatannya di semua tempat.
    O putera kepala keluarga, dengan lima cara inilah siswa-siswa memperlakukan guru-guru mereka seperti arah Selatan. Dalam lima cara inilah guru-buru mencintai siswa-siswa mereka. Demikianlah arah Selatan ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.
  3. Isteri dan anak-anak seperti arah Barat.
    Dengan lima cara seorang isteri harus diperlakukan oleh suaminya seperti arah Barat :
    – Dengan menghormati,
    – Dengan bersikap ramah-tamah,
    – Dengan kesetiaan,
    – Dengan menyerahkan kekuasaan rumah-tangga kepadanya,
    – Dengan memberikan barang-barang perhiasan kepadanya. Dengan enam cara inilah, seorang isteri yang diperlakukan demikian oleh suaminya seperti arah Barat dengan :
    – Mencintainya,
    – Menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik,
    – Bersikap ramah-tamah terhadap sanak-keluarga kedua belah pihak,
    – Dengan kesetiaan,
    – Dengan menjaga barang-barang yang diberikan suaminya,
    – Pandai dan rajin dalam melaksanakan segala tanggung-jawabnya.
    O putera kepala keluarga, dengan lima cara inilah seorang suami memperlakukan isterinya seperti arah Barat. Dalam enam cara inilah seorang isteri mencintai suaminya. Demikianlah arah Barat ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.
  4. Sahabat-sahabat dan kawan-kawan seperti arah Utara.
    Dengan lima cara seorang warga keluarga memperlakukan sahabat-sahabat dan kawan-kawannya seperti arah Utara dengan :
    – Bermurah hati,
    – Berlaku ramah,
    – Memberikan bantuan,
    – Memperlakukan mereka seperti ia memperlakukan dirinya sendiri,
    – Berbuat sebaik ucapannya. Dalam lima cara inilah, o putera kepala keluarga, sahabat-sahabat dan kawan-kawan yang diperlakukan demikian oleh seorang warga keluarga seperti arah Utara, mencintainya dengan :
    – Mereka melindunginya sewaktu ia lengah,
    – Mereka melindungi harta miliknya sewaktu ia lengah,
    – Mereka menjadi pelindung sewaktu ia berada dalam bahaya,
    – Mereka tidak akan meninggalkannya sewaktu ia sedang dalam kesulitan,
    – Mereka menghormati keluarganya.
    O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang warga keluarga memperlakukan sahabat-sahabat dan kawan-kawannya seperti arah Utara. Dalam lima cara inilah sahabat-sahabat dan kawan-kawan mencintainya. Demikianlah arah Utara ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.
  5. Pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan seperti arah bawah.
    Dalam lima cara seorang majikan memperlakukan pelayan-pelayan dan karyawan-karyawannya seperti arah bawah :
    – Dengan memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka,
    – Dengan memberikan mereka makanan dan upah,
    – Dengan merawat mereka sewaktu mereka sakit,
    – Dengan membagi barang-barang kebutuhan hidupnya,
    – Dengan memberikan cuti pada waktu-waktu tertentu. Dalam lima cara inilah, o putera kepala keluarga, pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan yang diperlakukan demikian oleh majikan seperti arah bawah, akan mencintainya dengan cara :
    – Mereka bangun lebih pagi daripadanya,
    – Mereka merebahkan diri untuk beristirahat setelahnya,
    – Mereka puas dengan apa yang diberikan kepada mereka,
    – Mereka melakukan kewajiban-kewajiban mereka dengan baik,
    – Dimanapun mereka berada mereka akan memuji majikannya, memuji keharuman namanya.
    O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang majikan memperlakukan pelayan-pelayan dan karyawan-karyawannya seperti arah bawah. Dalam lima cara inilah pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan mencintainya.
    Demikianlah arah bawah ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.
  6. Guru-guru agama dan brahmana-brahmana seperti arah atas.
    Dalam lima cara seorang warga keluarga harus memperlakukan para pertapa dan brahmana seperti arah atas :
    – Dengan cinta kasih dalam perbuatan,
    – Dengan cinta kasih dalam perkataan,
    – Dengan cinta kasih dalam pikiran,
    – Membuka pintu rumah bagi mereka (mempersilahkan mereka),
    – Menunjang kebutuhan hidup mereka pada waktu-waktu tertentu. Dalam enam cara inilah, o putera kepala keluarga, para pertapa dan brahmana yang diperlakukan demikian oleh seorang warga keluarga seperti arah atas, akan menunjukkan kecintaan mereka :
    – Mereka mencegah ia berbuat jahat,
    – Mereka menganjurkan ia barbuat baik,
    – Mereka mencintainya dengan pikiran penuh kasih sayang,
    – Mereka mengajarkan apa yang belum pernah ia dengar,
    – Mereka membenarkan dan memurnikan apa yang pernah ia dengar,
    – Mereka menunjukkan ia jalan ke surga.
    O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang warga keluarga memperlakukan para pertapa dan brahmana seperti arah atas. Dalam enam cara inilah para pertapa dan brahmana menunjukkan kecintaan mereka kepadanya.
    Demikianlah arah atas ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.”
    Setelah Beliau selesai berkata demikian, Sigala, putera kepala keluarga itu, berkata dengan amat gembira :
    “Sungguh mengagumkan, Yang Mulia! Sungguh mengagumkan, Yang Mulia! Sama halnya seperti seseorang menegakkan kembali apa yang telah roboh, memperlihatkan apa yang tersembunyi, menunjukkkan jalan benar kepada yang tersesat, atau memberikan cahaya dalam kegelapan, agar mereka yang mempunyai mata dapat melihat benda-benda di sekitarnya. Demikian pula, dengan berbagai macam cara Dhamma telah dibabarkan oleh Sang Bhagava kepada saya. Dan sekarang, Yang Mulia, saya menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma serta Sangha. Semoga Yang Mulia berkenan menerima saya sebagai seorang upasaka, yang sejak hari ini sampai selama-lamanya telah menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma serta Sangha.”

Bakti Anak Kepada Orangtua (Aṅguttara Nikāya) oleh "Bhikkhu Suhadayo"


Bakti Anak Kepada Orangtua
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Kala itu, Sang Bhagavā tengah berdiam di dekat Rājagaha di Vihāra Veḷuvana, di cagar alam tempat memberi makan tupai hitam (Kalandakanivāpa). Setelah Sang Bhagavā bangun pada fajar hari, Ia membawa mangkuk dana dan jubah luar-Nya, lalu menuju ke Rājagaha untuk menerima dana. Dalam perjalanan tampak oleh-Nya Siṅgālaka tengah memberi sembah hormat ke pelbagai arah. Beliau bertanya, ”Perumah Tangga Muda, mengapa setelah bangun pagi-pagi dan keluar dari kota Rājagaha dengan pakaian dan rambut basah, engkau menyembah ke enam penjuru?”

”Bhante, sebelum meninggal, ayah menasehati saya untuk melakukan hal ini. Bhante, karena rasa hormat saya terhadap kata-kata ayah, yang sungguh saya puja, saya hormati, dan saya anggap sakral, saya bangun pagi-pagi untuk menyembah ke enam penjuru.”

Sang Bhagavā berkata, ”Perumah Tangga Muda, siswa suci meninggalkan keempat perbuatan kotor; ia menjauhkan diri terhadap keempat penyebab perbuatan buruk dan tidak menjalani keenam penyebab lenyapnya kekayaan. Demikianlah, dengan menghindari keempat belas hal buruk ini, siswa suci melingkupi enam penjuru; dengan latihan seperti ini, ia menjadi penakluk kedua dunia dan ia akan hidup dengan baik dalam dunia ini dan dunia berikutnya. Dan saat tubuhnya terurai setelah mati, ia akan pergi ke tempat yang baik, dunia surgawi.”

Lebih lanjut dijelaskan tentang sahabat sejati yang patut diajak bergaul, sahabat palsu yang harus diwaspadai, dan makna yang terkandung dalam pemujaan enam penjuru. Dimulai dari makna memuja arah timur sebagai lambang penghormatan terhadap orangtua. (Sigalovāda Sutta).

Setiap anak pasti lahir dari orangtuanya dan tidak akan pernah terbalik anak melahirkan orangtua. Jadi, setiap anak mempunyai kewajiban untuk menghormati orangtua. Dalam sutta yang sama, Sang Bhagavā bersabda bagaimana hendaknya orangtua membimbing anak-anaknya dan bagaimana seorang anak menghormati orangtuanya.

Dalam Aṅguttara Nikāya, Buddha menegaskan, ”Para bhikkhu, keluarga berdiam dengan brahma, bila di rumah mereka, orangtua dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan guru-guru awal, bila di rumah mereka, orangtua dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan dewa-dewa awal, bila di rumah mereka orangtua, dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan mereka yang pantas dipuja, bila di rumah mereka orangtua, dihormati oleh anak-anaknya.

Para bhikkhu, ”brahmā” adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Guru-guru awal” adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Dewa-dewa awal adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Mereka yang pantas dipuja” adalah istilah untuk ayah dan ibu. Mengapa? Orangtua amat banyak membantu anak-anaknya, mereka membesarkan anak-anaknya, memberi makan dan menunjukkan dunia kepada anak-anaknya. (Petikan Aṅguttara Nikāya, kelompok IV)

Mungkinkah budi jasa ayah bunda dapat dibalas? Sang Buddha bersabda, ”Kunyatakan O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Siapakah yang dua itu? Ibu dan Ayah. Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana -bahkan perbuatan itu pun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat orangtuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orangtua berbuat banyak untuk anaknya: mereka membesarkannya, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini.

Tetapi, O para bhikkhu, seseorang yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan di dalam moralitas; yang mendorong orangtuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kedermawanan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya bodoh batinnya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kebijaksanaan -orang seperti itu, O para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya: dia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan.”

(Petikan Aṅguttara Nikāya, kelompok II)

Susu Dibalas dengan Air Tuba

Suatu hari hiduplah sepasang suami istri bersama satu orang putra. Mereka tinggal bersama dengan kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia dan buta. Pada awalnya keluarga tersebut hidup dengan tentram dan damai. Sang anak melakuakan kewajiban merawat orangtua dengan sabar dan penuh bakti. Demikian juga dengan sang menantu ia selalu setia mengikuti petunjuk sang suami. Tahun demi tahun pun berlalu. Belakangan, keluarga tersebut mengalami keretakan dan berakhir dengan peristiwa yang sangat menyedihkan. Kisahnya sebagai berikut:

Suatu hari sang istri mulai merasa bosan merawat mertuanya yang sudah jompo dan buta tersebut. Ia mulai mencari cara untuk menyingkirkannya dari rumah mereka. Akhirnya ia mendapatkan sebuah cara yang amat keji. Tanpa ragu ia pun mengajak suaminya untuk menyingkirkan kedua orangtuanya. Istri mulai mendesak.

Istri : ”Pa, saya sangat bosan merawat orangtuamu itu. Mereka berdua sangat menyebalkan dan merepotkan aku. Aku minta singkirkan saja mereka dari rumah kita.”

Suami : ”Lho kenapa? Mereka kan orangtuaku, mereka sudah merawat dan membesarkan aku sampai saat ini. Bagaimana mungkin aku menyingkirkan mereka? Tidak, aku tidak akan menelantarkan orangtuaku…!”

Istri : ”Aku minta tolong singkirkan mereka dari rumah ini pa…!”

Suami : ”Tidak… itu perbuatan yang durhaka… aku tidak mungkin melakukannya…!”

Istri : ”Kalau begitu pilih salah satu saja…! Singkirkan orangtuamu atau aku yang pergi dari rumah ini untuk selama-lamanya”

Sang suami bagaikan buah simalakama. Ia sangat menghormati dan berbakti pada orangtuanya. Namun ia juga sangat menyayangi istrinya. Ia tidak ingin kehilangan keduanya tetapi sulit baginya untuk memutuskan. Setelah lama ia berpikir dan menimbang, akhirnya sang suami bersedia mengikuti kemauan istrinya. Rencana jahat mulai dilakukan berawal dari kebodohan sang istri.

Suami : ”Sekarang bagaimana aku melakukannya?”

Istri : ”Gampang Pa… jawab sang istri dengan enteng. Bilang aja pada orangtuamu bahwa kamu mau mengajak mereka jalanjalan ke suatu tempat.”

Suami : ”Terus… bagaimana cara membawanya?”

Istri : ”Sekarang Papa bikin aja keranjang lalu gendong mereka dengan keranjang tersebut dan ketika tiba di hutan ditinggal aja di sana. Dengan begitu biar aja mereka dimakan harimau atau mati kelaparan. Yang penting sekarang kita terbebas dari kewajiban mengurus mereka. Bereskan?”

Sang suami mulai membuat sebuah keranjang. Di sudut ruangan, anaknya yang berusia lima tahun sedang memperhatikannya dan bertanya dengan polos.

Anak : ”Ayah sedang bikin apa?” Tanyanya penuh kepolosan hati.

Ayah : ”Ayah sedang bikin keranjang nak.” jawab sang ayah.

Anak : ”Untuk apa ayah bikin keranjang?” Ia melanjutkan dengan sedikit penasaran.

Ayah : ”Untuk menggendong kakekmu sewaktu kita rekreasi nanti nak.” Jawabnya meyakinkan

Anak : ”Nanti kalau sudah selesai dipakai tolong ayah simpan baik-baik di kamar ya ayah!” pintanya.

Ayah : ”Lah untuk apa anakku sayang?” Ia balik bertanya keheranan.

Anak : ”Karena nanti kalau ayah sudah seperti kakek, saya akan menggendong ayah untuk berekreasi dengan keranjang itu juga ayah dan saya tidak usah repot-repot bikin keranjang lagi kan? Ingat ya ayah!” Ia menegaskan sang ayah merenungkan kata-kata anaknya tadi.

Hati sang ayah bergejolak, tangannya gemetar dan akhirnya ia pun menghentikan niat dan rencananya untuk membuang orangtuanya. Rupanya, kata-kata sang anak yang begitu polos telah menyadarkannya dari perilaku yang menyimpang. Ia teringat tentang hukum kamma, hukum sebab dan akibat yang akan terus berputar. Ia pun memeluk anak semata wayangnya penuh kasih sayang dengan satu harapan ’semoga anakku menjadi anak yang berbakti terhadap orangtua’.
Demikianlah; hukum kamma akan selalu berproses dan berlaku universal. Apakah orang percaya atau tidak, sadar atau tidak, diakui atau tidak, hukum kamma universal ini akan bekerja sesuai alurnya kepada siapa saja tanpa kecuali. Sang Buddha bersabda, ”Sesuai dengan benih yang ditabur, begitulah buah yang akan dipanen. Pembuat kebajikan akan mendapat kebaikan. Pembuat kejahatan akan memetik buah kejahatannya” (Saṁyutta Nikāya 1259)

Renungilah kata-kata ini

Nak, sudah lama kamu tidak menelepon mama karena pulsa mahal. Tidak mengirimkan uang karena banyak cicilan yang harus dibayar. Kini kamu sudah memiliki rumah mewah, istri cantik dan anjing import. Jika anjingmu sakit kamu sangat khawatir lalu kamu membawanya ke dokter spesialis dan memberikan obat yang terbaik. Setiap pulang kamu selalu mengelus dan mengajaknya bermain. 

Nak, jika mama meninggal dunia dan diberikan kesempatan untuk lahir kembali. Mama ingin menjadi anjingmu untuk dapat kau belai dan kau dapat merawatnya.
Ketahuiilah teman-teman jika sudah terbesit pandangan mama kita seperti itu, segeralah koreksi diri sendiri.. kesalahan terbesar apa yang telah kita lakukan sehingga mama kita punya pemikiran sampai kesana…
 
Semoga hari-hari menyenangkan dan jangan lupa senantiasa untuk bersyukur.. :D

Aku sangat BODOH

Suatu hari ada satu orang pemuda yang mempunyai istri yang sangat cantik dan ia tinggal dengan kedua orang tuanya.. sekilas harusnya ada rasa bahagia yang terpancar di dalam keluarga yang lengkap tetapi tidak untuk pasangan keluarga ini. Sang mantu tidak memperlakukan mama dan papa sang suami dengan baik, bak bagaikan kedua pembantu itulah yang dilakukan sang istri setiap hari tanpa sepengetahuan sang suami.

Suatu hari dikarenakan kesehatan sang mama yang sedang tidak baik ia meminta tolong kepada sang menantu untuk mengganti pekerjaannya, “Nak, Mama sedang kurang sehat hari ini, apa boleh mama minta tolong kamu untuk membantu mama membersihkan rumah untuk hari ini?” sepontan sang menantu memberikan jawaban yang kurang baik “SAYA TIDAK MAU DAN TIDAK PEDULI MAU MAMA SAKIT APAPUN ITU TETAP MAMA HARUS MEMBERSIHKAN RUMAH INI, SEBENTAR LAGI SUAMIKU PULANG DARI TEMPAT KERJANYA DAN SESAMPAINYA DI RUMAH HARUS NYAMAN DAN SUDAH BERSIH. Akhirnya dengan berat hati sang mama membersihkan rumah walaupun sedang sakit.

Sesampainya suami dirumah seperti biasa ia bertanya dengan istrinya untuk keadaan hari ini, “ Bagaimana keadaan kamu seharian ini? Baik-baik saja kah? “ sang istri lalu menjawab “ ya, begitulah untuk hari ini. Sebenarnya saya sedang tidak enak badan dan saya tidak bisa membersihkan rumah ini. Lalu saya meminta bantuan papa dan mama untuk membantu membersihkan rumah ini, namun aku malah dibentak dan diperlakukan bak pembantu. Dan mereka enak-enaknya untuk beristirahat di kamar mereka. Saya ada kepikiran bagaiman jika papa dan mama kita taruh saja dipanti jompo, di tempat itu mereka dapat bahagia dan mempunyai banyak teman disana dan tidak merepotkan kita di rumah ini. Tinggal kita membayarnya dan semua itu selesai dan beres.

Karena kesibukan dan kelelahan yang seharian tanpa berpikir panjang lagi ia langsung bergegas untuk kekamar papa dan mamanya mempacking semua pakaian dan diajaklah papa dan mamanya memasuki mobilnya lalu bergegas menuju panti jompo tempat papa dan mamanya akan ditaruh disana. Sesudah itu ia dan sang istri kembali kerumah dan meninggalkan papa dan mamanya di panti jompo. Sesudah sesampainya di rumah ada satu tetangga yang memperhatikan pasangan suami istri ini pulang tanpa papa dan mamanya yang ia ajak tadi.

Lalu tetangga ini datang menghampiri sang pemuda ini dan bertanya, “ Nak, tadi bapak melihat kamu pergi bersama papa dan mamamu lalu mengapa kau kembali tanpa papa dan mamamu?” lalu pemuda ini menjawab “ iya, pak baru saja saya menaruh papa dan mama saya dipanti jompo agar mereka tidak merepotkan kami di rumah ini”. Sepontan tetangga ini pun kaget atas pernyataan pemuda ini dan berkata “ Nak, ada waktu sebentar? Bapak ingin berbicara dengan kamu?” dan ia pun menjawab “ boleh pak, kebetulan saya ada waktu.

Lalu sesi pembicaraan dimulai. “ Nak, dulu pas kamu dan papa mama kamu pindah di rumah ini dan kondisi papa dan mamamu masih sehat, papa dan mamamu ada kebiasaan yang sering di jalani beliau sering berjalan kaki dan sering menyapa para tetangga disini termasuk saya. Lalu beliau berbicara tentang masa kecilmu. Dulu ketika kamu lahir papa dan mamau sangat miskin sekali. Sehari-hari ia hanya memulung untuk kehidupannya sehari-hari. Saat hari kelahiranmu papamu sangatlah senang akan tetapi mamamu memikirkan bagaimana jika anak kita dititipkan kepanti asuhan. Papamu menjawab “ TIDAK!!! SAMPAI KAPANPUN TIDAK!!!. INI ADALAH ANAK KITA DAN KITALAH YANG AKAN MEMBESARKANNYA, PAPA AKAN BANTING TULANG DARI SAMPAH KE SAMPAH AGAR KELAK ANAK INI SUKSES DAN BERHASIL”.

Kenyataannya anak tersebut sudah sukses dan mempunyai segalanya baik istri yang cantik dan banyak harta juga. Mendengar hal itu pemuda ini tersontak kaget dan menyesali yang telah dia lakukan pada papa dan mamanya yang telah ia buang ke panti jompo. Segera ia bergegas kepanti jompo untuk meminta maaf dan membawanya kembali kerumah, merawat hingga orangtuanya meninggal dunia.

Dicerita ini kita bisa mengambil kesimpulan ada 2 cases yaitu panti asuhan dan panti jompo. Disatu sisi ada yang sudah lama mengharapkan kelahiran seorang bayi dan berat hati ingin menaruhnya di panti asuhan, namun tekad yang kuat untuk membesarkannya dengan sekuat tenaga sampai ia bisa menikmati kehidupannya sekarang. Tetapi ada satu orang anak yang tega membuang orangtuanya ke panti jompo tanpa memikirkan bagaimana hancurnya perasaan papa dan mamanya saat itu dan tidak memikirkan bagaimana perjuangan yang dilalui untuk membesarkannya sampai ia besar. DARI SAMPAH KE SAMPAH UNTUK ANAKNYA YANG UTAMA. 

Ada satu pepatah mungkin anda pernah mendengarnya orang tua kita ( Ayah dan Ibu kita ) mampu merawat 10 anak tanpa memikirkan betapa sulitnya disaat itu, AKAN TETAPI 10 ORANG ANAK BELUM TENTU MAMPU ORANG TUANYA ( Ayah dan Ibu kita ). Dan orang tua di masa tuanya bagaikan seperti bola basket yang saling melempar dengan berbagai alasan di dalamnya. Semoga kelak kita tidak melakukan seperti yang ada dicerita diatas. Semoga orang tua kita senantiasa berada dalam berkah kesehatan da panjang umur


Renungilah kata-kata ini:
Seseorang anak akan berhenti membalas budi orang tua disaat orang tuanya meninggal dunia, dan seseorang anak akan berhenti berbakti pada orang tua disaat anak tersebut meninggal dunia.

Visualisai 5 kewajiban anak kepada orang tua yang harus di jalankan : 
  1.           Bayangkan mama kita duduk diatas kepala kita
  2.            Bayangkan mata kita mengalami bengkak
  3.            Bayangkan dari hidung kita keluar struktur-struktur organisasi
  4.             Bayangkan dari mulut kita keluar batangan-batangan emas
  5.       Bayangkan dari telinga kita keluar asap

Mungkin teman-teman sangat binggung akan visualisasi yang disebutkan diatas. Visualisasi diatas saya mendengarnya langsung dari seseorang yang menurut saya hebat dan Amazing!! Dan sangat bangga saya perkenalkan Ko Randy Tunggeleng S.E.. Maksud dari masing-masing visualisasi tersebut ialah sebagai seorang anak harus melakukan kewajiban pada orang tuanya: 

  1. Bayangkan mama kita duduk di atas kepala kita itu berarti sebagai anak harus dan wajib untuk menghormati orang tua
  2. Bayangkan mata kita mengalami bengkak, itu berarti adalah salah dengan mata kita oleh Karena itu sebagai kewajiban anak yang kedua ialah merawat orang tua disaat sakit dan disaat kedua orang tua kita mengalami tua
  3. Bayangkan dari hidung keluar struktrur-struktur organisasi, itu berarti sebagai kewajiban anak yang ketiga adalah menjaga nama baik keluarga dan silsilah keluarga
  4. Bayangkan mulut kita keluar batangan-batangan emas, itu berarti sebagai kewajiban anak yang keempat adalah wajib menjada warisan ( Berupa harta atau nasihat )
  5. Bayangkan telinga kita keluar asap, itu berarti sebagai kewajiban anak yang kelima adalah melakukan pelimpahan jasa kepada orang tua kita.


Jika artikel ini sangat bermanfaat silahkan dapat dishare ^^

Filsafat 4 Lilin

Ada 4 lilin yang menyala sedikit demi sedikit habis meleleh.
suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah perkataan mereka

lilin yang pertama berkata :
AKU ADALAH PERUBAHAN

namun manusia tak mampu berubah menjadi lebih baik, mereka terlena dengan kesenangan mereka dan lebih suka bermalas-malasan maka lebih baik aku memadamkan diriku saja!"

demikianlah sedikit demu sedikit lilin pertama padan

lilin yang kedua berkata :
AKU ADALAH IMAN

sayang aku tak berguna lahi. Manusia tak mau mengenalku. Beribadah pun tak mau tepat waktu hanya karena mementingkan hobi dan kesenangan dunia mereka untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala."

Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

dengan sedih  lilin yang ketiga berkata :
AKU ADALAH CINTA KASIH

tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia hanya mencintai keduniawiannya saja dan terkadang mereka mengabaikan orang yang jelas menyayanginya yaitu orang tua dan keluarganya.

Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah lilin ke tiga

tanpa terduga...

seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu ia berkata :

" Apa yang terjadi?! Kalian harus tetap menyala!!! aku takut akan kegelapan! "

lalu ia menangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu lilin keempat berkata :

" Jangan takut, Janganlah menangis selama aku masih ada dan menyala kita tetap dapat selalu meyalakan ketiga lilin lainnya :

Akulah HARAPAN"
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil lilin harapan, lalu menyalakan kembali ketiga lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam diri kita.

... dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali IMAN, CINTA KASIH dan PERUBAHAN dengan adanya HARAPAN-nya!!!

... kita memiliki kemampuan untuk menyalakan semangatnya demi menghidupkan IMAN, CINTA KASIH dan PERUBAHAN dengan HARAPAN-nya!!!

Jaga selalu HARAPANmu!

Saturday 7 February 2015

Kasih IBU Tak Terbatas Waktu

Seorang anak bertengkar dengan ibunya & meninggalkan rumah. Saat berjalan ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Ia melewati sebuah kedai bakmi. Ia ingin sekali memesan semangkok bakmi karena lapar.

Pemilik bakmi melihat anak itu berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu bertanya”Nak, apakah engkau ingin memesan bakmi?”
“Ya, tetapi aku tidak membawa uang,”jawab anak itu dengan malu-malu.”Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu,”jawab si pemilik kedai.

Anak itu segera makan. Kemudian air matanya mulai berlinang.”Ada apa Nak?”Tanya si pemilik kedai.”Tidak apa-apa, aku hanya terharu karena seorang yg baru kukenal memberi aku semangkuk bakmi tetapi ibuku sendiri setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah. Kau seorang yang baru kukenal tetapi begitu peduli padaku.


Pemilik kedai itu berkata”Nak, mengapa kau berpikir begitu? Renungkan hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi & kau begitu terharu…. Ibumu telah memasak bakmi, nasi, dll sampai kamu dewasa, harusnya kamu berterima kasih kepadanya.

Anak itu kaget mendengar hal tersebut.”Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu?”
Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih, tetapi terhadap ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun,aku bahkan tidak peduli.
Anak itu segera menghabiskan bakminya lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih & cemas. Ketika melihat anaknya, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Nak, kau sudah pulang, cepat masuk, aku telah menyiapkan makan malam.”

Mendengar hal itu, si anak tidak dapat menahan tangisnya & ia menangis di hadapan ibunya.
Kadang kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain untuk suatu pertolongan kecil yg diberikannya pada kita. Namun kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita sering melupakannya begitu saja.